Semalam sebelum tidur Leader TO bang Sobar pesan ke kami supaya tidur malamnya cepat, biar bisa bangun pagi jam 02:30 untuk liat sunrise di Puncak Sikunir.
Baiklah pesan dilaksanakan. Saya tidur cepat, tak lupa set alarm hp jam 2, karna yang dipikiran saya jam 02:30 seluruh peserta sudah siap dan langsung cus berangkat.
Tepat jam 2 pagi alarm berbunyi, lihat sekililing kamar teman2 masih pada molor dengan nyenyaknya, mencoba mendengar keadaan di luar masih sunyi-senyap. Nggk jelas juga pun ini*dalam hati saya berbicara. Ywodalah tidur dilanjutkan aja klo gitu.
Sekitar jam 02:30 terdengar suara temen 1 kamar siap-siap.
Ternyata hanya sebagian peserta yang ikutan liat sunrise. Dan Alhamdulillah si Bus udah sehat juga, udah membawa kami untuk melanjutkan perjalanan.
Karna ini adalah acara Festival Budaya, bisa ditebak wisatawan akan ramai mengunjungi Dieng. Dan ini bener saja, bus kami berhenti di tengah perjalanan, tempat yang dituju pun masih jauh jaraknya. Bus berhenti karna jalanan macet oleh ramainya kendaraan mobil, motor maupun para wisatawan. Maka bang sobar memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan dengan berjalan kaki.
Jarak dari kami berjalan kaki baru sampai di kaki puncak sikunirnya aja udah memakan waktu setengah jam, belum lagi perjalanan menucuk punvak sikunirnya.
Nggk ngerti untuk mendiskripsikan ramainya wisatawan yang ingin melihat sunrise.
Sankin ramainya wisatawan menyebabkan perjalanan macet (jadi bukan di kota saja yang bisa macet, perjalanan menuju puncak sikunir pun bisa macet).
Karna kami berangkat agak kesiangan kirain bakal nggk dapat liat sunrisenya, tapi Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bisa melihat sunrise di puncak sikunir, walaupun posisi kami belum tepat berada di puncak.
Udah taulah ya klo udah mendapatkan momen sunrise semua wisatawan tidak menyia-nyiakan untuk mendokumentasikannya.
»» READMORE...
Baiklah pesan dilaksanakan. Saya tidur cepat, tak lupa set alarm hp jam 2, karna yang dipikiran saya jam 02:30 seluruh peserta sudah siap dan langsung cus berangkat.
Tepat jam 2 pagi alarm berbunyi, lihat sekililing kamar teman2 masih pada molor dengan nyenyaknya, mencoba mendengar keadaan di luar masih sunyi-senyap. Nggk jelas juga pun ini*dalam hati saya berbicara. Ywodalah tidur dilanjutkan aja klo gitu.
Sekitar jam 02:30 terdengar suara temen 1 kamar siap-siap.
Ternyata hanya sebagian peserta yang ikutan liat sunrise. Dan Alhamdulillah si Bus udah sehat juga, udah membawa kami untuk melanjutkan perjalanan.
Karna ini adalah acara Festival Budaya, bisa ditebak wisatawan akan ramai mengunjungi Dieng. Dan ini bener saja, bus kami berhenti di tengah perjalanan, tempat yang dituju pun masih jauh jaraknya. Bus berhenti karna jalanan macet oleh ramainya kendaraan mobil, motor maupun para wisatawan. Maka bang sobar memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan dengan berjalan kaki.
Jarak dari kami berjalan kaki baru sampai di kaki puncak sikunirnya aja udah memakan waktu setengah jam, belum lagi perjalanan menucuk punvak sikunirnya.
Nggk ngerti untuk mendiskripsikan ramainya wisatawan yang ingin melihat sunrise.
Sankin ramainya wisatawan menyebabkan perjalanan macet (jadi bukan di kota saja yang bisa macet, perjalanan menuju puncak sikunir pun bisa macet).
Karna kami berangkat agak kesiangan kirain bakal nggk dapat liat sunrisenya, tapi Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bisa melihat sunrise di puncak sikunir, walaupun posisi kami belum tepat berada di puncak.
Udah taulah ya klo udah mendapatkan momen sunrise semua wisatawan tidak menyia-nyiakan untuk mendokumentasikannya.
Tidak berapa lama melihat sunrise, sebelum wisatawan turun ke bawah kami segera memutuskan untuk turun duluan supaya nggk kena macet lagi
Sampai di bawah cus cari warung buat isi perut sembari menunggu teman-teman yang lain turun, soalnya kami turun tidak bersamaan.
Selesai makan dan teman yang ditunggu datang juga(setelah kami menunggu kurang lebih setengah jam), segeralah kami pulang ke homestay untuk melanjutkan jadwal utama melihat pemotongan rambut anak gimbal.
Jadi ceritanya ketika kami mau pulang si bus kan mutar balik, karna jalannya sempit hanya muat 2 mobil saja, kondisi jalan juga nggk rata menyebabkan ketika memutar busnya miring ke kiri(ada aja kejadian sama busnya), dan menyebabkan jalan macet, Alhamdulillah setelah dibantu sama orang-orang yang ada di situ busnya bisa berada di posisi yang bener juga.
Sampai di Homestay, bersih-bersih habis itu cus menuju kirab budaya pemotong rambut gimbalnya. Kali ini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki, alasannya karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh dan alasan yang utama agar terhindar dari kemacetan.
Kami mendapatkan tiket VVIP, jadi posisi kami melihat anak-anak gimbal yang dipotong rambutnya sangat dekat dan jelas.
Fenomena rambut gimbal di Desa Dieng merupakan fenomena alam yang muncul secara misterius di kawasan tersebut. Masyarakat Dieng mempercayai bahwa anak-anak berambut gimbal merupakan karunia/anugerah dari para dewa. Jadi klo rambut gimbalnya mau dipotong harus menunggu dari permintaan si anak langsung, dan orang tuanya pun harus menuruti apa yang mereka minta. Di acara Dieng Culture Festival 5 ini diumumkan permintaan anak-anak tsb, diantaranya minta dibelikan sepeda, hp yang ada cameranya, dll.
Selesai acara kirab budayanya kami pun langsung cus ke homestay, beres-beres dan langsung balik ke Jakarta dengan bus tercinta kami itu.